Konfik Organisasi

Pengertian Konflik menurut Robbin, konflik organisasi menurut Robbins (1996) adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh terhadap pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Pandangan ini dibagi menjadi 3 bagian menurut Robbin yaitu : 1.Pandangan tradisional Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik ini suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan diantara orang-orang dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan tersebut. 2.Pandangan kepada hubungan manusia. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai sesuatu peristiwa yang wajar terjadi didalam suatu kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena didalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi tersebut. 3.Pandangan interaksionis. Pandangan ini menyatakan bahwa mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya suatu konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif. Oleh karena itu, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat dan kreatif. Jenis – Jenis Konflik : Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi : 1. Konflik dalam diri individu terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya. 2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer dan bawahan ). 3. Konflik antar individu dan kelompok berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma – norma kelompok. 4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompokatau antar organisasi. 5. Konflik antar organisasi timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien. Sumber-Sumber Utama Penyebab Konflik Organisasi Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, yaitu : 1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan, 2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula, 3. Perbedaan kepentingan individu atau kelompok, 4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat, dan 5. Perbedaan pola interaksi yang satu dengan yang lainnya. Memecahkan Konflik Organisasi Ada beberapa cara untuk menangani konflik yaitu : 1. Introspeksi diri, 2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat, 3. Identifikasi sumber konflik, Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik : a. Berkompetisi Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan. b. Menghindari konflik Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut. c. Akomodasi Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini yaitu : d. Kompromi Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution). e. Berkolaborasi Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan salah satu konfik berikut ini adalah merupakan contoh konflik organisasi di kutip dari ulasan dari opini publik kompasiana.com Konflik PSSI: Bukan Sekedar Konflik Biasa Ironi, kata yang paling tepat menggambarkan seluruh rangkaian konflik PSSI dari awal hingga saat ini. Selepas kepemimpinan Nurdin Halid, konflik seakan tak bisa lepas dari organisasi yang menaungi olahraga paling populer di Indonesia. Terpilihnya Djohar Arifin sebagai Ketum PSSi, yang diharapkan menjadi jalan tengah, justru menghadirkan petaka baru di tubuh PSSI. Kita tak bisa sepenuhnya menyalahkan Djohar. Borok di tubuh PSSI telah terlalu lama untuk disembuhkan dalam waktu yang singkat. Terbukti, bulan madu Djohar hanya sebentar. Selanjutnya, ia terus digoyang oleh rezim lama yang kemudian membentuk kekuatan bernama KPSI. Tak mudah memang mengurai akar konflik PSSI ini. Bak mengurai benang kusut, terlalu banyak alasan di balik konflik yang mencuat pasca lengsernya Nurdin Halid. Namun, jika kita harus mengurainya, maka akar konflik PSSI tak bisa lepas dari buruknya kepemimpinan pengurus PSSI periode sebelumnya, dan juga adanya kepentingan politik serta bisnis yang demikian kuat tercium aromanya sejak era Nurdin Halid. Simak ucapan Luiz Suarez bahwa, di Amerika Latin, batas antara sepakbola dan politik sangat-lah samar. Untuk Indonesia, para politikus sangat sadar akan potensi tontonan idola ini sebagai alat pengumpul massa yang efektif selain dangdut. Belum lagi bila kita menghitung berapa besar nominal perputaran uang di PSSI. Sungguh, kendaraan yang sangat menggiurkan untuk ditunggangi kepentingan politis. Sehingga tak usah heran, bila Nurdin Halid pernah mengkaitkan euforia piala AFC sebagai suksesnya suatu Partai. Sinyal politik dibungkus sedemikian rupa dengan kedok sarapan pagi di rumah salah satu Ketum Partai. Hasilnya, Timnas Indonesia babak belur dipermalukan oleh Timnas Malaysia dengan skor 3-1 di Malaysia. Naiknya Djohar seharusnya memutus segala kepentingan politik dalam sepakbola, sekaligus mengembalikan sepakbola ke habitatnya, yaitu suatu permainan 2X45 menit yang didasarkan oleh asas “fair play”. Sayang Djohar tak bermain cantik, bahkan tak menyadari, betapi cengkraman “gurita” politisi telah demikian dalam merasuk ke setiap sumsum tubuh PSSI. Masalah jumlah peserta kompetisi kasta tertinggi, pemecatan 4 exco, dan penyalahan statuta hanyalah polesan luar dari persoalan sebenarnya. Jika kita mau jujur, bau politik dan irisan “kue” bernama hak siar-lah yang menjadi alasan utama. Andai saja Djohar tak berslogan “Kejujuran Dimulai Dari Lapangan Hijau” atau tetap manis tak merubah hak siar televisi milik keluarga politisi, tentu masalah yang timbul tak akan serunyam ini. Jadi, jika Djohar ingin menyelesaikan konflik PSSI, maka turuti “todongan” senjata mereka. Terima saja hujaman peluru-peluru politik, kekuasaan, dan perilaku korup. Tapi, bila tidak, maka Djohar harus tetap bertahan. Terapkan prinsip “Maju Tak Gentar”. Sekali kapal berlayar, haram untuk berlabuh kembali. Sekali kata “Kejujuran ” dilontarkan, maka abaikan saja rongrongan pihak-pihak yang tak ingin melihat sepakbola ini kembali ke kandangnya. Sebab, percaya-lah, selagi tahta PSSI tak kembali ke tangan mereka, maka gangguan itu akan senantiasa ada. Meski harus berbuah sanksi FIFA. Seharusnya para pemegang keuasaan persepakbolaan nasional mengesampikan keinginan ambisi pribadinya kembalikan sepakbola nasional untuk rakyat, karna perseteruan PSSI hannya akan MERUGIKAN pemain dan nama indonesia dimanata FIFA Refrensi Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,Jakarta, 1987 http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/09/30/konflik-pssi-bukan-sekedar-konflik-biasa-497963.html

Penulis : Unknown ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Konfik Organisasi ini dipublish oleh Unknown pada hari Senin, 31 Desember 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Konfik Organisasi
 

0 komentar:

Posting Komentar